Sunday, April 5, 2015

AKHIRNYA KU TIDURIN MANTAN PACARKU WAKTU SMPKU

malam adalah merupakan malam yang penuh bahagia sekaligus ujian berat bagiku. TINA salah seorang mantan pacarku waktu di SMP,sebagaimana telah kuceritakan tempo hari mengenai pertarunganku dengan dia di atas selembar papan penyangga meja belajarnya sewaktu kami belajar bersama di rumahnya. Kemudian aku lanjutkan bersama mamanya di lantai cucian sumur tua di tengah sawah. Hampir 13 tahun sudah, aku tidak pernah mengetahui kabar beritanya, apalagi berhubungan dengannya.

TINA


Jantungku terasa hampir copot dan pikiranku tiba-tiba terasa kacau ketika aku menerima telepon sewaktu kami sekeluarga sedang menyantap hidangan ayam, malam itu.

"Halo, betul ini rumahnya Pak Indra dan bisa bicara dengannya?" katanya lewat telepon.
"Yah betul, dan saya sendiri. ini siapa yah?" jawabku dalam telepon.
"Ha ha ha, rupanya Pak Indrat ini sudah lupa denganku yah atau sudah sombong karena sudah tenang kehidupannya sekarang?" tawanya menyindir.
"Maaf aku tidak pernah miliki watak seperti itu, lalu anda ini siapa?" kataku benar-benar bingung dan tidak tahu bicara dengan siapa.

"Ya sudah, jika memang kamu sama sekali tidak mengetahui siapa diriku, aku akan jelaskan. Masih ingatkah peristiwa 25 tahun yang lalu ketika kita belajar bersama di rumahku, kata diriku.." belum Tina sempat selesai mengingatkanku, aku tiba-tiba mengingatnya peristiwa yang dimaksud.
"Oh yah, aku hampir lupa. Lalu peristiwanya sudah lama sekali" kataku sambil mengurangi volume suaraku dan aku tiba-tiba tersentak ketika.
"Dari siapa itu dan peristiwa apa yang dimaksudkannya" istriku tiba-tiba bertanya padaku sambil tercengang mendengarkan pembicaraan kami lewat telepon.

Tapi aku tidak segera menjawab pertanyaannya, melainkan aku terus melanjutkan pembicaraan kami di telepon, sambil kuangkat sebelah tangan mengarah ke istriku agar ia sabar sebentar.
"Di mana kamu sekarang?" tanyaku sama TINA biar cepat jelas di cerita seks dewasa.
"Saya ada di Wisma SURYA kutunggu sekarang, ada sesuatu yang penting saya bicarakan dengan kamu" jawabnya, lalu saya tutup telepon sebelum ia selesaikan bicaranya.

Setelah aku duduk kembali meneruskan makan di depan istriku, nampaknya istriku sudah tidak sabar lagi ingin mengetahui penelpon dan peristiwa yang dimaksud tadi. Bahkan ia sempat menghentikan makannya sejenak.
"Siapa itu tadi bang, mau apa dia dan ada apa urusannya dengan abang?" tanya istriku serius sekali, bahkan nampak ada rasa cemburu di wajahnya.

"Oh, itu tadi teman lamaku yang baru pulang dari BANDUNG. Katanya ada program bisnis baru yang akan ditawarkan pada abang. Jadi ia minta aku datang ke rumahnya karena kangen sekali denganku sekaligus membahas soal program bisnis baru itu" jawabku berbohong agar ia tidak curiga.
"Teman wanita atau pria?" tanyanya penuh ke khawatiran.
"Masa sih teman wanita mengajak ke rumahnya malam-malam begini" kataku.
"Tapi kedengarannya tadi di telepon suara wanita bang" kata istriku.
"Oh, memang suaranya dari dulu begitu. Seperti suara wanita" lagi-lagi aku berbohong sama istri biar dia tidak melarangku menemuinya.

Sehabis kami makan, aku mengganti pakaian setelah duduk sejenak, lalu pamit sama istri untuk menemui penelpon tadi. Istri nampaknya sudah tidak ada rasa cemburu dan curiga lagi setelah aku jelaskan tadi.
"Bang, jangan terlalu larut malam pulangnya yah" pinta istriku ketika aku mulai stater Mobilku
"Namanya saja teman yang lama sekali tidak ketemu, tentu banyak hal yang abang bicarakan, apalagi soal bisnis tawarannya itu. Jadi kita lihat saja nanti. Kalaupun pembicaraan abang panjang lebar dan belum selesai hingga larut malam, maka silahkan dikunci pintunya, sebab mungkin kami tidur bersama di rumahnya untuk saling melepaskan rasa kangen kami" penjelasanku pada istri biar ia tidak meragukanku lagi.

Setelah aku tiba dan menanyakan kamar TINA di Wisma itu, aku lalu diantar oleh salah seorang pelayan laki-laki Wisma Surya itu. Kamar Tina ternyata tidak tertutup menunggu kedatanganku.
"Hei, jam berapa kamu tiba di kota ini dan ada urusan apa sampai ngingap segala di Wisma ini. Nampaknya ada urusan penting yah? Kenapa tidak langsung ke rumah saja?"pertanyaan itu aku lontarkan kepada TINA ketika aku sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
Ia nampak kebingunan menjawabnya satu persatu, sehingga ia hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arahku memanggilku masuk.
"Mari masuk Mas, aku sangat merindukanmu. Sudah lama kucari alamatmu dan ingin bertemu denganmu, tapi baru kali ini aku sempat. Maklum daerah tempat tinggalku terlalu jauh dari sini, sehingga sulit sekali kita saling bertemu" katanya sambil tersenyum seolah gembira sekali.

Aku langsung duduk di tepi lapisi kasur empuk, sementara sambil TINA teruskan pembicaraannya, Tina berjalan ke arah pintu lalu menutup serta menguncinya dengan rapat seolah_olah TINA tidak membiarkan aku kembali dengan cepat atau mungkin ia inginkan aku menemaninya terus dalam kamar itu sampai segala urusannya selesai.

"Tadinya aku ragu dan takut meneleponmu karena jangan sampai istri abang marah dan curiga, sehingga malah menghalangi pertemuan kita. Tapi tetap aku coba siapa tahu bisa berhasil, ternyata betul berhasil" katanya sambil duduk sekitar 30 cm dari tempat di mana aku duduk.
"Akupun tadi kaget dan merasa takut ketahuan istri ketika kuterima teleponmu. Untung aku masih bisa buat alasan yang bisa yakinkan dia" kataku menceritakan kegiatan kami di rumah saat TINA menelpon tadi.

"Abang betul-betul bersifat ular dan masih licik seperti dulu. Kukira Abang sudah insaf dan banyak berubah karena sudah beristri yang cantik, malah sudah punya 3 orang anak lagi. Ternyata sifat Abang tidak banyak berubah, meskipun usia abang sudah lanjut. Apa jadinya kira-kira jika istri abang tahu soal pertemuan kita di wisma ini. Aku tidak mau nanggung resikonya dan tidak tega melihat rumah tangga abang hancur seperti yang kami alami saat ini" komentarnya panjang lebar sambil mencubit pinggangku lalu sedikit bersedih, bahkan sempat keluar air matanya.

"Maaf Tina, aku tidak dapat dan tidak mungkin melupakan peristiwa bersejarah kita yang penuh kenikmatan 25 tahun yang lalu itu. Sayang nasib yang memisahkan kita sehingga kita tidak berjodoh. Tapi sudahlah semua itu adalah takdir yang harus kita terima. Sekarang kita lupakan saja semua itu, kita memikirkan dan menikmati pertemuan kita ini".

"Bang, TINA sangat merindukan Abang. Jauh-jauh Tina datang dari Banjarmasin tempat aku berdomisili saat ini hanya untuk bertemu denganmu" katanya sambil merapatkan tubuhnya ke tubuhku, bahkan bersandar di bahuku.
"Aku juga demikian sayang. Makanya apapun resikonya, aku tetap berusaha menemuimu di tempat ini. Aku sama sekali tidak bisa merasakan kebahagiaan dan kenikmatan yang sama ketika kita belajar bersama di rumahmu tempo hari" sambungku sambil memeluk tubuhnya, malah membelai rambutnya yang agak panjang dan terasa harum.

TINA tidak hanya bersandar dibahuku, tapi kali ini ia berbaring di atas kedua pahaku, sehingga aku mengelus-elus pipi dan kelopak matanya yang terasa sedikit basah. Entah karena sedih atau bahagia, tapi yang jelas air mata itu terasa hangat. Untuk membuktikan kasih sayang dan kerinduanku, aku mencoba mengecup pipinya yang putih bersih itu, sehingga ia menarik kepalaku lebih rapat lagi seolah ia tidak ingin aku menarik kecupanku itu.


Aku sangat tertarik mendengar pengalamannya itu, sehingga belum aku sempat mengomentari penjelasannya itu, ia terus cerita pengalamannya.
"Sialnya Kak, belum cukup satu tahun perkawinan TINA itu, pria yang hampir jadi suami Tina itu kawin lagi dengan wanita Banjar sesukunya karena dipaksa oleh keluarganya dan tidak direstui perkawinannya dengan Tina. Aku sakit sekali dan ingin rasanya bunuh diri, tapi tiba-tiba aku teringat dengan kebahagiaan yang pernah kualami 13 tahun lalu bersama Abang, sehingga aku bertekat untuk menemui Abang dengan harapan kalau kebahagaian dan kasih sayang itu masih bisa kunikmati kembali sebelum Tina meninggalkan dunia yang fana ini. Itulah yang mendorongku ke sini Bang" ceritanya panjang lebar sambil meneteskan airmata di pangkuanku.


"Sabar Tin, jangan putus asa. Masih banyak kebahagiaan dan kenikmatan hidup yang bisa kita alami jika kita masih hidup. Semua itu adalah ujian yang tak bisa dihindari. Buktinya kan aku ini masih menyayangimu, mencintaimu, merindukanmu dan.." belum aku selesaikan ucapanku, ia tiba-tiba menutup mulutku dengan tangannya.
"Jangan diteruskan Bang, aku takut menyakiti hati istri Abang dan merusak kebahagiaan rumah tangga Abang. Biarlah TINA yang mengalami nasib buruk ini" katanya menyadarkanku kalau aku selama ini hidup rukun bersama istri.

Kini kami berpelukan dan berpagutan dalam keadaan setengah bugil sambil bergulingan. Kadang Tina berbaring di kiri dan di kananku, bahkan di atas dan di bawahku. Kami sudah sama-sama sangat terangsang sehingga tanpa aba-aba lagi, aku langsung melepas Baju dan BH-nya, sehingga nampak di depan mata saya dua benda putih tergantung yang tidak terlalu besar tapi montok, halus dan sedikit menonjol akibat rangsangan meskipun tak semungil ketika pertama kali kupegang dulu.

Kujulurkan ujung lidahku keputingnya yang mulai agak keras dan warna coklat. Kujilati seluruh permukaannya, kuhisap dan kadang sedikit kugigit. TINA nampaknya menikmatinya, bahkan untuk mengimbangi kenikmatannya itu, Tina bergerak menggelinjang, lalu memutar tubuhnya sehingga arah kami berlawanan. Dalam keadaan menyamping, TINA mendorong CD-ku hingga turun sampai ke lutut, lalu meraih isinya yang sedang mengacung itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya dan memainkan dengan lidahnya, bahkan memutar-mutar dalam mulutnya, sehingga aku terasa mau muncrat.

"Terus Bang, aku nikmat sekali auh..uhh..aahh..usstt.." katanya sambil berdesis dengan nafas terputus-putus ketika aku memainkan lidahku dengan cepatnya ke dalam lubang vaginanya yang basah dan masih mulus tanpa bulu selembarpun seperti ketika pertama kali aku jamah di rumahnya tempo hari. Tina pun seolah mengikuti gerakan mulutku dengan mempercepat gocokan mulutnya pada rudalku yang terasa hampir muncrat.
"Aduh, aku sudah tidak mampu lagi menahan sayang, aahh..uuhh" kataku sambil mendorong kepalanya agar ia menghentikan gocokannya.

Bersamaan dengan itu pula, TINA tiba-tiba berdiri dan segera mengangkangi tubuhku yang terbaring terlentang di bawahnya. Nampaknya ia sudah tidak sabaran lagi. Ia dengan cepatnya membuka kedua bibir vaginanya sehingga kulihat sedikit menganga dan nampak berwarna merah pada kedua bibirnya, lalu menurunkan pantatnya sehingga lubang kemaluannya pas ketemu dengan ujung penisku yang memang sejak tadi berdiri. Tanpa dipegang dan diarahkan, penisku itu dapat masuk dengan mudah ke lubangnya meskipun tidak langsung amblas seluruhnya melainkan setelah kami bantu dengan beberapa kali gerakan pinggul ke kiri dan ke kanan seperti orang ngebor.

"Aku mau keluaar sayang, berhennti duluu" kataku ketika terasa ada lahar panas mulai mengalir dari dalam batang kemaluanku.
Karena permintaanku itu, Tina berhenti bergoyang sejenak, lalu terlentang di sampingku dengan membuka kedua pahanya. Akupun mengerti maksudnya, lalu aku yang mengangkanginya dan dengan mudah menusukkan kembali rudalku ke lubangnya dan menggocok-gocoknya terus.

Sesampai di kamar mandi, kami saling menyirami dan menggosok seluruh badan, sehingga gairah dan nafsu sex kami kembali bangkit dan ingin rasanya melanjutkan RONDE ketiga di dalam kamar mandi biar gaya dan kesannya agak lain lagi. Kami memang sempat melakukan dengan bermacam-macam posisi, gaya dan metode sex di kamar mandi itu sehingga kami sempat mencapai puncak kenikmatan 3 kali, bahkan kami lanjutkan di atas tempat tidur hingga menjelang pagi. Kami tidak mampu lagi menghitung berapa kali kami muncrat selama pertemuan kami dalam kamar wisma itu.

Pertemuan kami di kamar wisma itu, betul-betul suatu pertemuan yang luar biasa berkesan. Seumur hidupku mungkin sulit kami alami kembali pertemuan seperti itu. Kerinduan kami selama 13 tahun betul-betul terobati malam itu, bahkan kami mencetak sejarah hidup yang sulit terlupakan lagi. Sayang,TINA hanya sempat bermalam 1 malam di kotaku karena takut menimbulkan masalah baru pada rumah tanggaku, sementara aku masih siap menemaninya selama beberapa malam sekiranya Tina mau bertahan. Oh Tina sayang, kapankah kita bisa lagi mengulangi pertemuan seperti itu. Mungkinkah hal ini bisa terulang sebelum ajal kita dicabut. Alangkah nikmat dan bahagianya perasaanku malam itu. Rasanya aku tak mau malam itu berlalu dengan cepat, tapi itulah hidup dan fitrah yang harus diterima oleh setiap insan.

No comments:

Post a Comment